Membaca Kepribadian Lewat Tanda Tangan.
Di mata “peramal”, tanda tangan seseorang punya makna macam-macam. Bisa mencerminkan kepribadian dan pengharapan. Ada pula yang mengartikannya sebagai lambang ego, atau pertanda jalan hidup seseorang.
Namun menurut seorang psikolog dan pakar grafolog dari Bandung, tanda tangan lebih merupakan identitas atau segel diri, yang punya nilai hukum.
“Orang ini tidak mudah putus asa. Meski sering goyah, kalau pun jatuh ia sanggup bangkit lagi. Yang ini orangnya sederhana, seadanya, dan mandiri. Nah, kalau ini lain lagi, orangnya punya rencana awal yang bagus, tetapi karena suatu hal lantas menciut niatnya.”
“Waduh, ini jelek banget. Orangnya disuruh kerja apa saja mau. Tapi ia suka berkorban demi orang lain, meski diri sendiri hancur. Tidak tegaan, lurus, dan tidak mengharapkan orang lain. Mestinya garis ini naik, jangan turun!”
Itu sekilas ramalan Ny. Nur – sebut saja begitu – yang mengaku suka iseng-iseng membaca makna tanda tangan, ketika disodori sejumlah tanda tangan untuk dianalisis.
Ny. Nur melanjutkan ceritanya. Tanda tangan terputus-putus itu perjalanan hidupnya tersendat-sendat. Tidak punya rencana awal yang matang. Kalau ruwet dan melingkar-lingkar, orangnya suka mengeluh, sering memikirkan susahnya ketimbang senangnya.
Bentuk tanda tangan kecil menyimpan banyak rahasia. Bila berperkara dengannya sulit terselesaikan. Pernik-pernik pada tanda tangan pertanda hidup si empunya dimata-matai orang. Juga bisa diibaratkan sebagai gangguan dari luar. Bisa juga orang itu suka memanipulasi diri, mengada-ada atau bohong.
Garis bawah pun punya arti. “Kalau garisnya menempel di bawah tanda tangan, hidupnya tergantung pada orang lain. Garis bawah sebaiknya tidak menyentuh tanda tangan. Goresan pada akhir tanda tangan harus lepas. Kalau ujungnya ke bawah, di hari tua sakit-sakitan, dan makin sengsara. Apalagi kalau ujungnya membentuk kait, hidupnya akan terus dililit utang,” tuturnya.
Lambang Kepribadian dan Cita-cita
Di mata ahli grafologi, seperti ditulis Anna Koren Graphology Center Ltd., tanda tangan lebih menggambarkan kepribadian daripada watak seseorang. Namun ia tidak bermakna bila tanpa disertai teks tulisan tangan dalam analisisnya.
Tanda tangan, lanjutnya, juga bisa melambangkan keadaan Anda sesungguhnya – your inner self, ego Anda. Sebuah tanda tangan bisa terdiri atas satu atau maksimal tiga elemen; nama kecil, nama keluarga, dan unsur tambahan.
Nama keluarga, menurut Anna Koren, mencerminkan citra Anda di masyarakat. Sedangkan nama kecil berkaitan dengan ego seseorang. Jika lebih menonjolkan nama kecil dalam tanda tangan itu menunjukkan suatu ekspresi untuk menarik perhatian, atau keinginan untuk membuktikan diri. Bisa jadi pemilik tanda tangan itu tidak menyandarkan diri pada keluarganya. Ingin dinilai mandiri!
Nama kecil ditulis lebih besar ketimbang nama keluarga atau teks tulisan tangan menunjukkan egosentrisme (sifat atau kelakuan yang menjadikan diri sebagai pusat segala hal) dan narsisisme (cinta diri secara berlebihan). Sebaliknya yang menekankan nama keluarga berarti membanggakan atau tergantung pada keluarga.
Bila tanda tangan identik dengan karakteristik teks tulisan tangan, lanjut Anna Koren, bisa disimpulkan penulisnya sudah merasa puas dengan dirinya sendiri. Tidak ingin menonjolkan diri, tulus hati, dan teguh.
Akan bermakna lain lagi bila sebuah tanda tangan disertai dengan unsur tambahan berupa tanda titik, yang biasanya muncul pada akhir tanda tangan. Selain memberi kesan rasa waswas penulis kalau-kalau tanda tangannya dipalsukan oleh orang lain, tanda titik bisa juga melambangkan pendirian yang stabil, rasa curiga, dan mencoba menjaga jarak.
Yang juga penting dianalisis, katanya, adalah perbedaan tanda tangan dengan teks tulisan, serta letak (penempatan) tanda tangan. Tulisan tangan mencerminkan perasaan terdalam penulis, sedangkan tanda tangan bisa menggambarkan keinginan (cita-cita) penulis.
Dari tanda tangan, bisa “diramal” ambisi penulis pada masa lalu, dan juga pengharapan di masa mendatang. Meskipun ada aturan main dalam menganalisis sebuah tanda tangan, namun tetap saja masih mengandalkan intuisi.
Margaret Gullan-Whur, dalam bukunya What Your Handwriting Reveals yang dialihbahasakan oleh Dra. Arum Gayatri, menyebutkan ada beberapa aspek yang mesti dilihat dalam menganalisis tanda tangan, yakni maksud tanda tangan, penempatan, ukuran, keseimbangan, koreksi, jelas-tidaknya dibaca, dan dekorasi (unsur tambahan).
Tanda tangan, menurutnya, umumnya sengaja dirancang oleh masing-masing orang untuk menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya. Orang yang memiliki dua bentuk tanda tangan dengan model yang mirip bisa jadi ia bermuka dua.
Penempatan tanda tangan tepat di atas garis yang tersedia menunjukkan ia respek terhadap diri sendiri maupun otoritas. Bila agak di atas garis menandakan kegembiraan berkaitan dengan dokumen yang ditandatangani itu. Di bawah garis berarti depresi. Tanda tangan beralur naik mencerminkan rasa percaya diri yang besar. Alur menurun, suasana suram.
Tanda tangan berdesakan ke sebelah kiri dari tempat yang tersedia menunjukkan rasa takut (pada orang lain atau kegagalan). Sebaliknya kalau cenderung ke arah kanan, berarti kurang perhatian dan ceroboh.
Tanda tangan lebih kecil daripada teks tulisan mengungkapkan keinginan untuk menyendiri. Sebaliknya tanda tangan besar pertanda ingin menonjolkan diri, atau ekstrovert. Bila hurufnya besar dan rapat, pertanda kesombongan. Sementara pendapat lain menyebutkan tanda tangan kecil, mampat dan pendek pertanda rasa rendah diri. Tanda tangan besar dan bergaris bawah menunjukkan kurang selera atau ego berlebihan.
Ketidakseimbangan tanda tangan atau distorsi bisa berkaitan dengan emosional. Posisi nama keluarga lebih rendah daripada nama depan atau inisial, ada sangkut pautnya dengan kemurungan.
Koreksi pada tanda tangan menunjukkan ketidakpuasan pribadi. Tanda tangan yang dikoreksi, mengarah ke kiri dan alurnya menurun menandakan kebencian diri sendiri. Bentuk yang banyak koreksian bisa berkaitan dengan sifat antisosial. Tanda tangan tak terbaca pertanda kurangnya perhatian terhadap komunikasi. Sebaliknya, kalau jelas dan mudah dipahami pertanda kejujuran dan sifat dapat dipercaya.
Tanda tangan dengan garis bawah wajar di bawah nama keluarga menandakan rasa percaya diri terhadap latar belakang keluarga. Ada pula yang mengganggap garis bawah menunjukkan egoisme dan kekuatan jiwa.
Dekorasi berlebihan berbentuk garis lurus atau melengkung dengan bintang, mungkin orang itu merasa tak diperhatikan, atau tidak memiliki keistimewaan. Kalau goresannya agresif dan seolah ingin membatalkan tanda tangan, itu pertanda frustasi dan tidak sabaran. Bahkan ada yang menghubungkannya dengan kecenderungan penyimpangan seksual atau keragu-raguan.
Dekorasi yang mengelilingi sebagian besar nama mencerminkan sifat menutup diri atau pembelaan diri. Tanda tangan berbentuk coret-coretan, orangnya tertutup. Lingkaran mengelilingi tanda tangan mengindikasikan depresi dan teriakan minta bantuan.
Bukan Termasuk Grafologi
Prof. Dr. John Nimpoeno (71), psikolog dan pakar grafologi di Kampus Pasca Sarjana Universitas Parahyangan, Bandung, tidak sependapat dengan analisis tanda tangan di atas. “Memang dalam tanda tangan ada unsur yang menunjuk sifat atau karakter seseorang, tapi tidak selengkap grafologi. Grafologi ‘kan kumpulan sifat yang terjadi pada diri seseorang sehingga bisa diprediksi. Misalnya, ia bakal sampai level manajer, atau justru jatuh. Tapi tanda tangan, nggak bisa. Karena unsurnya nggak lengkap. Dalam grafologi ada puluhan indikator. Sedangkan dalam tanda tangan hanya beberapa persen yang muncul.”
Berdasarkan grafologi, gerakan menulis jelas ada hubungannya dengan kondisi psikofisik seseorang. “Pikiran, emosi sesaat bisa muncul dalam tulisan tangan. Tulisan tangan mencerminkan keadaan kepribadian seseorang,” jelas guru besar yang pernah bekerja di Institut Parapsikologi di Jerman.
Tanda tangan, lanjutnya, berbeda dengan grafologi. Ia muncul berkat gerakan yang sudah dibuat otomatis. Jadi, tanda tangan tak sepenuhnya mencerminkan kepribadian seseorang seperti pada tulisan tangan.
Perihal tanda tangan bisa “diramal”? “Itu cuma cerita rakyat. Nggak ada ilmunya. Tanda tangan merupakan hasil gerakan otomatis, seperti cap atau stempel. Otomatisme namanya. Seratus psikolog pun tak akan bisa (menginterpretasikan). Secara psikologi, membaca tanda tangan yang berdiri sendiri, ya susah,” ujarnya.
Dalam tulisan tangan, menurut John Nimpoeno, karakter dan dinamika kepribadian bisa muncul. Sedangkan pada tanda tangan susah dilihat. Ada unsur-unsur (secara grafologi) tak muncul pada tanda tangan sehingga tidak bisa diprediksi.
Tentang analisis tanda tangan oleh Anna Koren, John Nimpoeno berkomentar, “Bukan berarti salah sama sekali. Bisa jadi ia memang grafolog, yang sebelumnya sudah melihat teks tulisannya serta memprediksi dalam pikirannya kemudian memunculkan hasil analisis itu ketika melihat tanda tangannya.”
Tanda tangan Elvis Presley dianalisis bentuknya mirip gambar gitar. “Wah … itu sih grafologi abad XIX. Semacam primbon. Tanda tangan bentuknya mirip pistol, lantas diprediksi agresif. Kuno itu. Tanda tangan Walt Disney seperti mainan anak-anak, wah … itu kebangetan!” ujarnya.
“Kecuali kalau ia melakukan riset secara ilmiah dan menemukan teori atau konsep baru. Misal, teori perbandingan tulisan dengan tanda tangan. Kalau memang ada perkembangan konsep grafologi baru, ya silakan.”
Jadi, tegasnya, nggak ada kaitan antara bentuk tanda tangan dengan watak, apalagi dengan hoki seseorang. “Ilmu” menganalisis tanda tangan lebih diterapkan pada bidang hukum. Misalnya, di laboratorium kriminal, sebagai teknik tersendiri untuk melihat palsu tidaknya suatu tanda tangan.
Lebih Bernilai Hukum
Tanda tangan merupakan identitas atau “segel” diri. Secara hukum tanda tangan yang dibubuhkan pada surat penting bisa mewakili diri orang yang bersangkutan.
Betapa penting artinya, sampai-sampai hakim pun bisa menjebloskan seseorang ke dalam penjara, selembar kertas cek bisa ditukar dengan uang kontan, dsb. Karena punya arti penting itu (secara hukum bisa mewakili diri seseorang), sehingga muncul tindakan pemalsuan tanda tangan cek atau surat penting lainnya.
Kalau sebuah tanda tangan diragukan keasliannya, menurut John Nimpoeno, bisa muncul tiga kemungkinan. Pertama, tanda tangan itu memang asli (goresan tangan si Ali, misalnya). Kedua, tanda tangan itu palsu tapi mirip yang asli (karena kebetulan penulisnya juga bernama Ali). Ketiga, tanda tangan itu palsu (sengaja dipalsukan atau ditiru dari aslinya).
Repotnya, seseorang bisa saja memalsukan tanda tangannya sendiri. Misalnya, ketika menandatangani suatu surat penting ia membubuhkan tanda tangan yang berbeda dari biasanya. Belakangan ketika ada masalah dengan surat itu, ia mungkir bahwa itu bukan tanda tangannya. Itu namanya tanda tangan “aspal” – asli tetapi palsu.
Menurut John Nimpoeno, ada dua teknik yang biasa diterapkan untuk menentukan palsu-tidaknya sebuah tanda tangan, yaitu teknik mekanis (melibatkan peralatan tertentu) dan psikofisiologis (meminjam kaidah-kaidah yang berlaku dalam grafologi tapi secara terbatas).
Pada teknik analisis psikofisiologis masih dibutuhkan tulisan tangan dari orang yang dianggap sebagai pemilik tanda tangan, dan orang yang dicurigai memalsukan tanda tangan. Tulisan tangan itu dipakai untuk pembanding. Hasil pengamatan cara ini bisa lemah kalau tidak dilakukan oleh psikolog atau grafolog.
Sedangkan pemeriksaan tanda tangan secara mekanis biasanya menggunakan peralatan khusus. Pengamatannya lebih menekankan pada hal-hal berkaitan dengan pemalsuan mekanis.
Memeriksa tanda tangan (misalnya, oleh bank, kehakiman, atau pengadilan) akan menjadi pekerjaan berat bagi si analis. “Karena sulit untuk menyimpulkan secara mutlak bahwa tanda tangan itu asli atau palsu. Apalagi persoalannya menyangkut untung-rugi seseorang.
Oleh karena itu, untuk menilai asli atau palsu harus berdasarkan kemungkinan (probabilitas). Misal, tanda tangan itu dinilai 70% asli dan 30% palsu. Dalam hal ini unsur spekulasi tetap ada. Jadi, tidak secara mutlak.”
“Nilai probabilitas tinggi berarti tanda tangan itu ditulis oleh orang yang sama. Probabilitas sedang, masih diragukan. Kalau nilainya rendah, itu jelas palsu. Penulisnya berbeda.”
Menurut Anna Koren, meski tanda tangan Anda secara garis besar ada kesamaan, namun dari puluhan atau bahkan ratusan tanda tangan Anda tidak pernah sama persis, sekalipun itu dibuat pada saat yang relatif sama. Makanya kalau ada dua tanda tangan sungguh identik, bisa jadi satu di antaranya justru palsu.
Bisa Berubah dan Diubah
Tak seorang pun mengajarkan bagaimana merancang atau memilih tanda tangan yang cocok untuk Anda. Anda menciptakan sendiri tanda tangan Anda, setelah berkali-kali mencoba corat-coret di kertas kosong. Keragu-raguan dalam membuat tanda tangan muncul ketika remaja.
Seturut jalannya waktu, tanda tangan akan mengalami banyak perubahan. Selain faktor usia, ia bisa berubah karena perubahan status (pernikahan atau sosial). Bahkan, menurut Anna Koren, tanda tangan bisa berubah kapan saja, selama yang bersangkutan masih hidup.
Sementara menurut Margaret Gullan-Whur, perubahan mendadak pada tanda tangan mungkin saja disengaja, karena ketidakpuasan penampilan tulisan, yang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Pada remaja hal ini bisa terjadi. Setelah dewasa, sulit untuk mengubah format tanda tangan tanpa mengubah bagian lain.
Perihal tanda tangan diubah, menurut Ny. Nur, boleh-boleh saja, asalkan untuk tujuan baik. Untuk mencari dan membetulkan jalan hidupnya. “Tapi, kalau ganti-ganti tanda tangan untuk tujuan yang tidak benar, karakter orang itu sendiri sudah tidak benar,” katanya.
Masih soal perubahan tanda tangan, John Nimpoeno berpendapat lain. Ada tanda tangan ruwet nggak terbaca, ada pula yang jelas terbaca namanya.
“Itu karena tren saja. Tanda tangan sekarang tendensinya (mesti) terbaca,” jelasnya. Dulu, tambahnya, tanda tangan cenderung ruwet, njelimet, susah dibaca. Maksudnya supaya susah ditiru atau dipalsukan. Tapi lambat laun mengikuti pola Amerika, di mana tanda tangan umumnya bisa jelas terbaca namanya. Demikian juga pola Jerman. Jadi, wajar kalau ada perubahan dalam gaya tanda tangan.
Kalau ada yang ingin mengubah tanda tangan? “Itu haknya. Tapi perubahan tanda tangan nggak akan mengubah orang itu.”