Seks bebas, sudah menjadi hal ‘biasa’  di  kalangan pelajar apalagi mahasiswa. Baik atas dasar cinta ataupun  motif  ekonomi. Mengenai hal ini, dalam beberapa kesempatan saya sering   ngobrol dengan teman atau warga terutama yang dekat dengan fenomena  ini,  terutamanya lagi yang terjadi di kalangan pelajar (siswa SMA dan   setingkatnya).Menurut penuturan beberapa kawan, ada  beberapa siswa yang di  DO (drop out) atau dikeluarkan dari sekolahnya  karena hamil diluar  nikah atau ada juga yang bahkan terbukti melacurkan  diri ke om-om atau  lelaki hidung belang (untuk di daerah… wow tarifnya  ternyata luar biasa  tinggi loh..)
Mari kita luruskan  dulu sejenak, di  tulisan curahan dari Pojok Redaksi ini saya tidak akan  membahas mengenai  tarif dan bagaimana perilaku seks dikalangan remaja  ataupun pelajar.  Namun, disini saya secara pribadi ingin sedikit  mengkritisi tentang  nasib mereka (para pelajar) yang sudah ketahuan.
Ya, rata-rata ketika pelajar ketahuan  berbuat asusila baik  itu terbukti hamil diluar nikah, korban begituan  melakukan seks diluar nikah  melalui foto atau video amatir, atau bahkan  beberapa ada yang dijebak  oleh gurunya sendiri sehingga mengakui  perbuatannya-   (si guru  pura-pura menjadi pelanggannya) dll. Maka,  tindakan ‘umum’ yang selama  ini dilakukan khususnya oleh pihak sekolah  adalah menghukum siswi atau  siswa yang bersangkutan dengan  mengeluarkannya atau men D.O nya dari  sekolah. Melanggar aturan sekolah  dan mencemarkan nama baik sekolah,  kira-kira seperti itu alasannya.
Pertanyaan yang kemudian saya ajukan  adalah : “Bagaimana ya  nasib sang siswa/siswi itu setelah dikeluarkan  dari sekolah?? Apakah  dengan mengeluarkan si siswa/i itu adalah sebuah  solusi untuk masa  depan yang bersangkutan?”
Dalam kacamata kepentingan pihak  sekolah, mungkin itu sebuah  solusi. Setidaknya dengan mengeluarkan siswa  ybs, sekolah dinilai tegas  dan tidak mentolerir siswanya yang berbuat  demikian dan ini sacara  tidak langsung menjadi peringatan bagi  siswa-siswi lainnya. Namun,  bagaimana jika memakai kacamata pendidikan  dan pengajaran? Apakah masa  depan siswa ybs akan menjadi lebih baik  pasca dikeluarkan?
Beberapa hasil diskusi saya dengan  teman-teman di lapangan  justru memandang sebaliknya. Pasca dikeluarkan  dari sekolah atau  disisihkan dari lingkungan pendidikan, ditambah dengan  hukuman yang  tentunya datang juga dari keluarganya, yang bersangkutan  cenderung akan  lebih liar. Umumnya, disinilah ‘peluang’ dia untuk lebih  tidak  terkontrol dan sangat memungkinkan untuk menjadi ‘pelacur’ dan   sejenisnya.
Bahasa merekanya : “Ya, sekolah gak  diterima lagi, dikeluarga  sudah dianggap sampah.. ngapain lagi, selain  akhirnya gue nyari duit  aja.. tanggunglah…” demikian kira-kira  pembelaanya.
Pada titik ‘tanggung’ itulah yang  seharusnya menjadi  pertimbangan, kajian dan bahasan yang harus disikapi  lebih lanjut  khususnya bagi institusi pendidikan bernama sekolah. Bahwa,   mengeluarkan siswa dari sekolah dalam kasus seperti diatas adalah bukan   sebuah solusi yang tepat, tapi hanya penyikapan yang dinilai reaksioner   dan sepihak. Seharusnya, baik pihak sekolah dan keluarga juga   masyarakat memandang jauh kedepan akan effek jangka panjangnya terutama   bagi siswa ybs.
Sederhananya, menurut saya mereka yang  terbukti atau ketahuan  melakukan penyimpangan seks haruslah tetap  diterima di sekolah atau  kampus, diperlakukan seperti siswa lainnya,  yang berbeda secara khusus  yang bersangkutan lebih mendapatkan pembinaan  dalam bidang tertentu,  misalnya mata pelajaran moral ataupun keagamaan.  Selain itu, secara  umum ini masalah ini sudah seharusnya menjadi  evaluasi bersama antara  pihak sekolah dan keluarga siswi/a yang  bersangkutan : apakah ada  sistem, mekanisme atau komunikasi yang salah  selama ini dan sebagainya.